Pemudabangsa - Mantan Wali Kota Surabaya,
Jawa Timur, Tri Rismaharini terpilih sebagai penerima Bung Hatta Anti-Corruption
Award 2015. Penghargaan itu akan diserahkan pada Kamis (5/11/2015) ini di
Jakarta.
Jika Risma telah banyak
dikenal publik dengan sepak terjangnya selama memimpin Surabaya, tidak demikian
dengan Bupati Batang, Jawa Tengah, periode 2012-2017, Yoyok Riyo Sudibyo.
Bersama Risma, Yoyok Riyo
Sudibyo pun dianugerahi penghargaan yang sama. Lantas, siapa sebenarnya Yoyok?
Pria kelahiran 23 April 1972
asal Bandar, Batang, ini lulusan Akademi Militer 1994 dan Sekolah Lanjutan
Perwira 2004.
Saat memutuskan berhenti dari
dinas militer dengan pangkat terakhir mayor untuk kemudian mengikuti Pilkada Batang
2012, Yoyok mengenang, tentangan terberat datang dari orangtua.
Dia bahkan dicap "mayor
edan" karena memilih keluar dari TNI.
"Menjadi bupati merupakan
pengalaman paling dahsyat dalam hidup saya. Ini jauh lebih sulit dibandingkan
saat saya menjalankan operasi militer," demikian ungkap Yoyok seperti
dikutip dari harian Kompas edisi Kamis.
Yoyok meyakini, seorang kepala
daerah harus menguasai tata kelola pemerintahan dan keuangan, birokrasi, serta
dapat mengelola hubungan dengan legislatif.
Keberadaan sejumlah syarat itu
membuat jabatan kepala daerah kerap menjebak mereka yang belum punya cukup
pengetahuan dan niat baik.
Ketika Yoyok mulai menjabat
bupati, kondisi Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Batang sedang terpuruk.
Pejabat bupati sebelumnya, Bambang
Bintoro, terseret masalah hukum dan dipidana penjara. Kepercayaan masyarakat
terhadap Pemkab anjlok.
Pada 2012, pendapatan asli
daerah (PAD) Batang hanya Rp 67 miliar. Pada 2014, PAD Batang menjadi Rp 186
miliar dan diharapkan pada 2017 menjadi lebih dari Rp 200 miliar.
Keterbukaan
Dalam mengelola pemerintah,
Yoyok menerapkan keterbukaan. Dia membuka rumah dinasnya selama 24 jam bagi
masyarakat.
Meski sudah menjadi bupati,
Yoyok juga masih sering naik sepeda ke masjid di Alun-alun Kota Batang untuk
shalat berjemaah.
Yoyok juga menerapkan
transparansi anggaran dan pembangunan. Mulai 2012, Pemkab Batang bekerja sama
dengan Ombudsman RI di bidang layanan publik, termasuk mulai menerapkan lelang
jabatan.
Yoyok juga membentuk Unit
Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik (UPKP2) Kabupaten Batang pada 2013.
Kantor ini bertugas melayani semua usulan dan pengaduan masyarakat yang belum
digarap atau belum masuk agenda pembangunan.
Dalam pengadaan barang dan
jasa, Yoyok belajar kepada Pemkot Surabaya untuk mengadopsi sistem layanan
pengadaan secara elektronik (LPSE) yang dapat mencegah rekayasa dan korupsi.
Hasilnya, LPSE Batang pada
2014 meraih standar ISO 27001 dari Lembaga Sertifikasi Internasional ACS
Registrars.
Demi menjaga kualitas
kegiatan, Pemkab Batang juga bekerja sama dengan Universitas Negeri Semarang
sebagai supervisi dan pengawas.
Pembenahan ini, kata Yoyok,
bukan tanpa gejolak. Ketika UPKP2 dibentuk, sempat muncul tudingan lembaga itu
sebagai inspektorat bayaran.
Namun, pembenahan sistem itu
akhirnya menuai apresiasi. Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran pada
2013 menyatakan, Pemkab Batang merupakan daerah dengan urutan terendah dalam
penyimpangan anggaran se-Jateng.
Pada tahun itu, Badan
Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Batang juga meraih
Investment Award 2013 dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Kini, Yoyok menerima Bung
Hatta Anti-Corruption Award 2015.
"Penghargaan itu ujian
bagi saya. Jabatan saya tinggal setahun dua bulan. Cukup sekali menjadi bupati.
Semoga pengganti saya jauh lebih baik," harap Yoyok. (WHO)
Silahkan Share
Baca Juga
Sumber:
http://regional.kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar